Tentang Perjalanan

"Hidup adalah tentang sebuah perjalanan, dimana seseorang yang diam menetap tidak akan bisa berkembang sedangkan yang berpindah-pindah selalu mendapatkan kejutan dari sang pencipta yang membuat kita berbeda dari orang lain."

Tentang Kehidupan

"Jangan takut oleh kemarahan orang sehingga kita takut berkata dan bersikap jujur."

Tentang Kesungguhan

"Ketika kamu lelah dan kecewa, maka saat itu kamu sedang belajar tentang kesungguhan."

Tentang Kebijaksanaan

"Orang bijak menemukan kebijaksanaannya melalui kerasnya kehidupan."

Tentang Kesabaran

"Sejak kita menginginkan kebahagiaan dan kesuksesan, sejak itu pula kesabaran menjadi kewajiban kita."

Senin, 27 Agustus 2018

'Cubitan-cubitan' kecil dari Allah




Hari itu cuaca panas sekali. Matahari bersinar garang menyengat perih. Sebotol air mineral 500ml ku serubut 2/3. Segarnya membasahi pembuluh, pengganti peluh yang menetes mengalir. Ah iya..fenomena equinox kata orang-orang. Pantas saja.

Sengaja kupilih duduk di bangku pojok bis favorit yang hampir setiap hari ku tumpangi. Biar angin bisa menerpa tubuh lewat jendela yang ku buka lebar-lebar.

Selang 10 menit, bis berhenti dipertigaan. Ku lirik siapa yang naik, rupanya 2 orang anak bersendal jepit. Mereka kuperkirakan berusia 10 tahun.
Bis sedikit lama berhenti, karna ternyata bocah usia sekolah itu membawa masing-masing 4 sapu lidi yang diikat dengan tali rafia.

Tak lepas mataku memandang mereka. Karna tiba-tiba kuteringat Fatih kecilku yang yang mungkin pada jam yang sama lagi tidur siang atau sedang menonton Upin Ipin yang tak bosan-bosan dipelototin meskipun telah berulang-ulang tayang.

Setelah kedua bocah tadi duduk, iseng ku bertanya, " Sapu lidinya mau dibawa kemana. Apa kalian masih sekolah?"
Dengan senyum riang khas anak-anak mereka hampir berbarengan menjawab.
"Dibawa ke Padang, bu..nanti sampai di Padang kami jalan kaki jualan sapu lidi ini".

Lalu disaat ku masih tertegun dengan jawaban temannya, bocah yang satu lagi menimpali, "Kami masih sekolah, bu..sudah pulang".

Masyaallah, gumamku. Aku mendengar jelas jawaban mereka, tapi fikiranku melayang entah kemana. Membawa imajinasiku pada terik, sandal jepit dan bocah yang memikul sapu lidi. Ah, kehidupan..

"Ini buat jajan kalian nanti ya..bagi dua saja". Tangan kecil itu menolak, sebagai basa basi. Tapi aku tahu, mereka senang. Lalu kuselipkan selembar uang disaku kemeja lusuh yang dikenakan.
"Semoga sapu lidinya laku, ya.." ujarku sambil memegang pundak mereka yang belum kokoh.
"Aamiin..makasih, bu" jawab mereka serempak.

30 menit berlalu. Bis ini jalan bagai semut. Pelan sekali. Entah SOP nya begitu atau karna penumpang lengang, ini lah ciri khas bis yang melegenda ini. Beringsut-ingsut.

Dekat rel kereta api, seorang pengamen melompat sigap ke bis yang kutumpangi. Setelah minta izin pada supir, terdengarlah 2 tembang diiringi alunan gitar seadanya.

Tapi aku suka lagunya. Jarang-jarang ada pengamen menyanyikan lagu itu.

...Bersyukur kepada Allah
Bersyukur sepanjang waktu
Setiap nafasku seluruh hidupmu
Semoga diberkahi Allah..

Alhamdulillaah wa syukurillaah
Bersyukur pada-Mu ya Allaah..
Kau jadikan kami saudara
Indah dalam kebersamaan..

Tembang yang pas, bikin adem, bisik hatiku membatin.

Kantong kemasan kopiko disodorkan padaku dan penumpang lainnya. Pertanda si Pengamen mengharapkan ucapan terima kasih dari kami yang mendengar. Baik berupa sedikit uang, atau anggukan lembut dan senyuman manis.

Sampai di kursi bocah yang membawa sapu lidi tadi, si pengamen mengeluarkan selembar uang lima ribuan. Lalu memberikannya pada mereka. "Iko untuak bali aia Ang beko yo..elok-elok bajalan, jalanan di Padang rami" ujarnya. Agaknya mereka semua sudah saling kenal.
Lalu pengamen itu melompat turun setelah mengucapkan terima kasih pada supir.

Aku betul-betul terkesima dengan apa yang kuperhatikan dari tadi. Berapalah uang dalam kemasan kopiko tadi. Tapi masih saja dia berbagi.

Dan 'Cubitan-cubitan kecil' dari Allah hari ini membuatku tersadar pada motto yang pernah kutulis ketika mengisi sebuah biodata "Menjadi Distributor Karunia Allah"

Karna semua hanyalah titipan.