Meskipun perjalanan yang kami
tempuh cukup lama, tapi aku memilih tak banyak bicara. Sembari tetap
fokus membawa kendaraan Mas Tomy selalu memancing percakapan, kujawab sekenanya
saja. Fikiranku berkeliaran kemana-mana.
Pandanganku tak lepas mengikuti setiap jengkal jalan yang terlewati.
Kalimat si Mbok kembali terngiang jelas, “Nak, Si Mbokmu ini bahagia ada yang
berniat baik meminangmu. Tapi pesan Mbok , pilihlah seseorang yang kelak tak
membuat jiwamu lelah menyertainya”. Kalimat si Mbok memang singkat. Tapi aku
tahu betul bahwa perempuan pertama yang kucintai ini sedang mengajak untuk
berfikir jauh. Beliau sangat menyayangiku, makanya sangat kawatir jika putri
sulungnya terluka dan kecewa. Mas Tomy bukan orang biasa, lelaki pintar, baik ,
terpelajar dan berasal dari keluarga kaya.
Tak terasa kami sudah sampai
dipintu gerbang rumah orang tua Mas Tomy.
Melihat bangunan 2 lantai dengan pekarangan luas yang tertata rapi ini, akan membuat
siapapun tahu siapa penghuninya. Taman yang dihiasi berbagai macam bunga
semakin terlihat indah dengan lampu dan kolam kecil nan artistik. Jika tiang
yang menyangga teras rumah kami hanyalah kayu sederhana, berbeda jauh dengan rumah
mirip gedung ini. Kuperkirakan beton
yang berdiri megah itu berdiameter kurang lebih 60cm. Kokoh dan kuat,
seolah-olah mengingatkanku , “selamat datang gadis cantik, semoga ini bukan
kali pertama dan terakhir kamu berkunjung kesini”.
Perasaan ku ini tidaklah
berlebihan, mengingat cerita orang-orang yang kenal dekat dengan keluarga Mas
Tomy. Dikabarkan, kedua orang tua Mas Tomy selalu melakukan seleksi ketat
terhadap calon menantu mereka. Adalah tentang Shinta. Seorang gadis kenalan
sahabatku yang sampai sekarang masih depresi akibat gagal menikah dengan kakak
sulung Mas Tomy. Sebetulnya mereka ‘sekufu’. Sama-sama berasal dari keluarga
berada, Shinta juga cantik dan terpelajar. Hanya saja belakangan tersiar kabar,
kalau orang tua Mas Tomy berubah fikiran setelah mengetahui kalau Shinta
memiliki seorang adik yang cacat mental. Mereka malu dan khawatir jika nanti ada faktor
genetik yang akan menurun pada cucu-cucu mereka. Pernikahan yang sudah didepan
mata akhirnya dibatalkan. Demikian juga dengan kakak kedua Mas Tomy, memilih
untuk menikah diam-diam dan sampai sekarang tidak pulang ke rumah hanya karna
tidak mendapat restu. Pasalnya?, si calon menantu tidak punya pekerjaan. Bagi
mereka, menantu perempuan berkarir adalah sebuah kebanggaan.
“Vin, kita sudah sampai”, sapa
Mas Tomy lembut. Tatapan mata elangnya seolah-olah bicara, “ jangan gugup,
Merpati cantik. Ada kekasihmu disini”. Seketika lamunanku buyar. Kami melangkah
berbarengan menuju pintu rumah. Dadaku bergemuruh, degupnya lebih cepat
dibandingkan ketika akan menghadapi ujian komprehensif setahun yang lalu.
Dengan basmalah, ku kuatkan kaki untuk
melangkah.
(bersambung)
Uniiii, menulis apa pun tetap keren! Ditunggu lanjutannya.
BalasHapushehe...Syukran, Mbak Nindy. Padahal uni belum Pede sih sebetulnya, tapi kalo ga dicoba..kapan bisanya?...hehe..trimakasih juga atas kunjungannya, mbak..insyaallah akan uni lanjutin..:)
HapusEhm... aku sangat menikmati cerbungnya Uni... cemungudh terus ya...
BalasHapusEhm... aku sangat menikmati cerbungnya Uni... cemungudh terus ya...
BalasHapusmakasih mbak indriii...:)
Hapuslanjuuuut yuuuk bag 3..
BalasHapusMakasih,sa..
BalasHapus