Senin, 30 Mei 2016

Samudera Di Hati, Surga Di Telapak Kaki


Pagi yang begitu indah. Awan berarak cantik, seperti kapas membentuk lukisan berbagai rupa. Ada ibu-ibu dan bapak-bapak berpakaian dinas putih, krem dan hijau berjalan cepat menuju bis. Ada juga anak sekolah berseragam putih merah, putih biru dan putih abu-abu lalu lalang berburu waktu. Dipersimpangan terlihat tukang ojek yang setia mangkal dengan mata awas mencari penumpang. Pedagang sarapan berjejeran, sesekali tersenyum manis pada siapapun yang melirik, penuh semangat , berharap ada yang membeli. Alhamdulillah, semua bertebaran di bumi Allah.

Kupilih bis berkecepatan terukur. Biasanya, 1 jam 5 menit tembus, sampai di kota tempat ku mengabdi. Aih, pegawai negri. Berangkat pagi setiap hari.

Duduk dekat jendela paling ku suka. Merenung sambil menatap pemandangan disepanjang jalan bagiku adalah sebuah keasyikan. Pernah suatu kali bis berhenti agak lama. Dari balik kaca jendela, ku lihat orang gila yang sedang khusuk menikmati sisa-sisa makanan dari tong sampah. Terlintas difikiranku, alangkah besarnya nikmat akal fikiran yang Allah berikan. Hingga tak layak jika kita minim rasa syukur. Saking lamanya ku menatap, saat bis akan berangkat, orang gila itu melihatku. Sedikit bergidik, ketika matanya berkedip sebelah padaku. Ah, akal saja yang salah rupanya. yang lain tidak. Astaghfirullah, syukurlah bis ini segera melaju. Huuuu..

Lebih kurang lima kilometer perjalanan, bis berhenti. Seorang ibu paruh baya naik dengan anak perempuan, kuperkirakan berusia delapan tahun. Dia duduk persis disampingku sambil memeluk anaknya. Baru saja bis melaju, gadis kecil ini berteriak dengan suara 'aneh'. Apapun bunyi yang keluar dari mulutnya, kedengaran sama. Kemudian baru kusadari kalau anak ibu ini seorang tuna rungu-wicara. Selain tuna rungu ia juga mengalami voice disorder.

Yang membuat aku kagum adalah, ibu ini lembut sekali pada anaknya. Dia berbisik meskipun anaknya tak bisa mendengar, "sayang, tenang ya...tidak apa-apa, ini ibu, nak". Sembari mengelus tulus kepala anaknya. Bahasa kalbu anak dengan sang ibu. Seketika gadis kecil yang didandani dengan gaun pink lembut dan pita kecil di rambut ini terdiam. Meskipun jika mobil tiba-tiba berhenti atau ngerem, dia kembali berteriak dengan suara seperti semula. 

Gadis kecil berponi, walaupun 'beda', anak ini bersih dan wangi. Jelas kalau ibunya telaten merawat. Kulitnya bersih, dipergelangan tangan ada asesoris gelang ala anak-anak. Jika sedang diam, ga ada yang tahu kalau dia 'istimewa". Ku lempar senyum pada wanita hebat disampingku itu, dia balas dengan lengkungan cantik sudut bibirnya. Tulus itu semakin memancar. Sekilas ku lirik wajahnya, tampak, betapa kesabaran tergambar dari air mukanya. Dititipi Allah anak seperti ini, tak menghadirkan rasa risih sedikitpun. Bahkan tiap sebentar dia mencium pipi anaknya, sambil sesekali menunjuk keluar jendela, "itu pohon, itu sawah, nak". Sesekali anaknya tersenyum, saat itulah dia cium kembali pipi anaknya dengan penuh kasih. 

Kembali ku lempar pandangan ke balik jendela. Sembari menatap langit biru dan burung yang sedang mengepakkan sayapnya, ku bicara pada hati : " sungguh, wanita disebelahku luarbiasa. Dikaruniai samudera di hati dan surga di telapak kaki. Berkahi hidupnya, Ya Allah..". Pagi dengan sebuah pembelajaran.



*untuk yang membuang, menyiksa dan bahkan membunuh anak sendiri, apa kabar?
  Padang, Penghujung Mei '16



13 komentar:

  1. Menangis bacanya...luar biasa ibu tersebut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Lisa...uni juga takjub melihatnya. Makasih ya, sa..dah berkunjung...

      Hapus
  2. Balasan
    1. Makasih, mas Gilang..Kasih ibu memang tiada batas..

      Hapus
  3. Selalu ada pelajaran disetiap perjalanan. Mbak Helen, tulisannya sederhana tapi ngena.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Vin..atas kunjungannya. Alhamdulillah jika ada manfaatnya. Uni masih harus banyak belajar lagi..:)

      Hapus
  4. Balasan
    1. Makasih atas kunjungannya, mbak wiwid. Uni cuma mencoba menuangkan pemandangan penuh kasih sayang yang terpampang nyata ketika itu. Semoga kita bisa memaknainya..

      Hapus
  5. Pengamat pagi, luar biasa ketabahan si ibu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mbak..sudah berkunjung. Iya mbak..kasih ibu luar biasa..

      Hapus
  6. Mbrebes mili saya membacanya ..
    Menyentuh sekali mbk Helen tulisan sampeyan :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasih, Mas Heru..Uni cuman menuangkan apa yang disaksikan. Seneng blog ini dikunjungi, Mas Heru..:)

      Hapus