Tubuh ringkih itu tertatih mendekati kami. Sebuah baskom berukuran cukup besar dan kelihatan berat sekali diletakkan diatas gulungan kain panjang. Ia junjung dikepala. Kurus sekali tubuh ibu ini. Ku perkirakan usianya tujuh puluh tahunan atau lebih. Rambut yang sudah memutih ditutup dengan selendang seadanya, berbaju lusuh dan memakai kain sarung "jawo" yang benang-benangnya sudah kelihatan rapuh.
"Beli lah tebu Amak, nak..sedari tadi belum terjual" lirihnya sambil berusaha menurunkan baskom berisi beberapa puluh bungkus tebu yang telah dipotong-potong. Buru-buru suamiku mengangkatnya. Ah, kecilnya tangan ibu ini. Tulang pipinya menonjol, hanya kulit yang membaluti tulang.
" Ibu mau, makan ?" tanyaku.
"Makanlah bersama kami, biar ditambah pesanannya", ajakku.
Saat itu aku dan suami lagi makan malam. Pesan Pecel lele didekat sebuah taman. Makan malam romantis ala kami. Dinner without candle.
"Ndak..ndak, nak...amak sudah makan, sudah kenyang", jawabnya cepat sambil diiringi dengan gelengan kepala. Penolakan tersebut mengisyaratkan bahwa beliau tidak mau diberi. Jelas dari sorot matanya. Wanita tegar.
Aku tahu ibu ini berbohong, lemes dan letih diwajahnya tak menggambarkan sedikitpun kalau beliau sudah makan, apalagi kenyang.
"Beli tebu nya ya,nak..cuman seribu sebungkus", rayunya sambil mengambil dua bungkus tebu dan disodorkan kepada kami. Kuhirup nafas perlahan, senyumku mengembang. Duhai ibu tua, tubuhmu ringkih, tapi dirimu telah memberi pelajaran besar padaku. "Jangan pernah meminta-minta pada manusia".
" Baiklah, bu..semuanya ada berapa bungkus ?, kami rame dirumah, nanti dibagi-bagi" timpal suamiku yang dari tadi cuma diam dan memperhatikan. Lelaki ganteng disampingku ini memang unik. Terkadang diam seribu bahasa, so wise. Tapi adakalanya juga suka bercanda ala komika. Kali ini, dia kembali mempesonaku.
Berfikirlah sebelum pergi |
Seketika senyum ibu ini mengembang. Matanya melebar. kedua sudut bibir tipisnya yang tak lagi merah melengkung keatas. Sebuah kalimat terdengar jelas " Alhamdulillah..semoga rezeki anak amak bertambah", ujarnya. Dengan cepat kalimat toyib ini kami sambut, nyaris serempak : "aamiin..allahumma aamiin", tiga detik mata kami beradu pandang, layaknya tokoh kartun yang ada love-love merah keluar dari mata jika jatuh cinta. Aih...
Sembari ibu ini memasukkan tebu yang kami beli kedalam kantong plastik, iseng kubertanya,
" Kenapa ibu masih berjualan diusia setua ini, ibu masih sanggup ?"
"Mesti, nak" jawabnya cepat.
"Amak punya seorang anak perempuan. Suami amak telah lama meninggal. Sebetulnya anak amak sudah menikah. Harusnya amak sudah bisa hidup tenang tanpa beban. Tapi sekarang, suami dari anak amak pergi entah kemana, meninggalkan 5 orang anak yang masih kecil-kecil. Dia menghilang begitu saja, jangankan menafkahi, keberadaannya saja tiada kami ketahui. Anak-anak mereka luntang lantung. Anak amak sejak ditinggal tiba-tiba oleh suaminya, sepertinya tidak siap menerima keadaan. Dia putuskan merantau keluar kota, bekerja jadi tukang masak di kedai nasi orang. Berapalah uang bisa dihasilkannya. Dikirimpun tak cukup untuk biaya sekolah anaknya. Mereka berlima sekarang tinggal disini bersama amak. Makanya amak sekuat tenaga berusaha mencari tambahan. Selagi amak masih sanggup berjalan "
Mendengar penjelasan panjang lebar ini, sebuah fenomena yang sangat jarang terjadi padaku. Tiba-tiba selera makanku menguap entah kemana. Mungkin dengan mendengar kisah-kisah seperti ini bisa menjadi tips diet barangkali.
Reflek ku genggam tangan yang sudah sangat keriput ini. "Sabar ya, bu..jaga kesehatan ibu" lirihku .
Dalam diam ku membatin : Sungguh ini beban yang tiada berkesudahan.
Apakah ini kisah nyata, Mbak Helen?
BalasHapusKalau iya, saya ikut doakan yang terbaik untuk Amak, anak perempuannyo, dan cucu-cucunyo.
Iyo Audrey..aamiin..semoga mereka juga merasakan kebahagiaan..
BalasHapusTrimakasih, Drey..dah mampir..
Bahasa Padang saya yang abal2, mohon dimaafkan, hehe.
HapusSama2, Uni.
Bahasa padang nya sudah bener kok, Audrey cantik..;)
HapusCkckck...sedih juga bacanya.
BalasHapusKayak cerita kehidupan orang tua desa-desa di Trans TV. You are not the only one, Mak. Seandainya bertemu orang sperti itu, tolonglah dengan membeli. Walaupun sebenarnya ga terlalu butuh
Bener banget, Feb..itu salah satu jalan utk berbagi..
HapusAmak tangguh! Begitulah seharusnya kita..
BalasHapusBener, Bang..harusnya anak muda malu klo kerja ogah2an..:)..hehe..mksh bang..
HapusLuar biasa perjuangan seorang ibu, ya Uni. Di sekitar saya juga banyak seperti itu, tp anaknya g tahu diri, cm keluyuran. Gemes liatnya.
BalasHapusiya, mbak Nindy..sangat memprihatinkan.
HapusMakasih ya, mbak..kunjungannya..
Rindu dengan Umar bin Khattab jadinya...
BalasHapusSama, mbak..
HapusHarus diakui, masih banyak rakyat merasakan perihnya hidup seperti ini..
mengharukan... kehidupan terkadang lebih sulit dari yang kita bayangkan..
BalasHapusIya, Mas Aydi..jika kita bener2 mau mendengar..banyak sekali yang bernasib spt ini..
Hapus