Rabu, 05 Oktober 2016

Jangan menebar rasa, Karena Perempuan itu sangat perasa


"Aku hanya menganggapnya sahabat, tidak lebih. Terlalu berlebihan jika dia menganggap ada yang spesial" ujar Ray datar tanpa rasa bersalah sedikitpun. 

Ego perempuanku muncul, dengan sedikit kasar diktat yang sedari tadi damai dalam dekapan, kuhempaskan ke meja kantin fakultas siang itu. Lelaki jangkung berkaca mata minus ini  terperanjat. Sepertinya dia tak menyangka kalau aku yang tidak terbiasa bersuara keras, sesekali bisa menggelegar. 

Kurobah posisi untuk meredakan emosi. Duduk. Diapun serta merta mengikuti. Bayangan tangis Rini sahabatku kembali menyeruak. Sesungukan semalam menumpahkan perasaannya padaku.

"Wi, rasa ini sangat menggangguku. Aku tahu ini belum waktunya. Tetapi coba kamu perhatikan bagaimana dia memperlakukanku. Mengajak diskusi saban hari, whatsappin aku hanya sekedar untuk menanyakan sudah makan atau belum?. Bahkan dia sering deketin keluarga aku. Salahkah jika aku menaruh harapan? Tapi sampai sekarang dia tak pernah mengungkapkan perasaan dan maksudnya padaku. Semua mengambang begitu saja. Padahal dia kan sudah pasca sarjana, dan akupun juga sudah dewasa. Aku suka sama dia, Wi..selalu ada yang kurang jika sekali saja dia tak menghubungi. Aku tersiksa dengan perasaan ini. Untuk menanyakannya langsung tentu ini akan menjatuhkan harga diriku." Kubiarkan Rini mengurai gumpalan rasa yang mengganjal hatinya. "Ga apa-apa, Rin. Jadikan saja aku tong sampah untuk semua masalah-masalahmu. Sebisanya akan kudengar, "batinku. 

"Kamu perlu orang ketiga, Rin" jawabku cepat.

"Buat apa?" wajah gadis berhijab ungu dengan motif abstrak ini yang sedari tadi menunduk tiba-tiba tegak menatap lurus padaku

"Untuk menanyakan bagaimana perasaannya padamu. Setidaknya dengan demikian kamu tidak membuang-buang waktu dalam ketidakpastian." Jawabku

"Tidakkah itu menjatuhkan harga diriku? Kamu ada-ada saja,Wi. Jangan deh" cegahnya.

"Kamu yakin? Sekarang usiamu berapa? Setidaknya dengan adanya kepastian ya atau tidak kamu bisa putuskan apa langkah selanjutnya. Jika kalian punya rasa yang sama. Menikah. Jika tidak lupakan" tegasku. 

"Terserah kamu, deh. Tapi cukup kamu dan dia saja membicarakannya. Jadi aku tidak begitu terbebani atas apapun jawabannya." ujar Rini pasrah.

***

Buat Mr. Ray dan Ray-Ray lain diluaran sana. 

Perempuan itu makhluk sensitif dan perasa. Fitrahnya begitu. Perasaannya selangkah lebih maju didahulukan dari pikirannya. 

Contohnya saja ketika seorang ibu melihat anaknya yang baru belajar berjalan, hampir jatuh di tangga. Dia tidak akan berpikir panjang saat itu sedang melakukan apa, yang penting anaknya segera diselamatkan. Bisa saja pisau yang sedang dipegang untuk mengiris bawang ketika it,u dilempar serampangan. Lalu langsung melompat untuk merangkul anaknya. Demikianlah perempuan. Halus. 

Jadi, lelaki-lelaki bijaksana. Jika sekiranya belum ada keinginan untuk serius dan berniat menikahinya, janganlah tebar pesona kemana-mana. Memberi perhatian lebih, boros dalam berkomunikasi, mengumbar pujian atau apalah itu namanya. Mungkin bagimu itu hal biasa, tapi bagi perempuan hal ini akan menjadi luar biasa. Perempuan itu hiperbola. Sedikit bisa diolah menjadi luar biasa. Apalagi jika banyak. Tentulah dia akan menganyam asa dihatinya. 

Kamu bisa saja ketika ditantang menjawab "Ah, tak ada maksud apa-apa. Ini hanya sebatas perhatian sebagai teman,"

Entengnya..
Tahukah kamu?
Dibalik sikapmu yang begitu..telah terangkai kata dalam bundelan-bundelan catatan harian. Telah basah bantal oleh tangis harapan. Telah terbuang waktu akan kesia-siaan. 

Jangan menebar rasa, karena perempuan itu sangat perasa. 

















3 komentar:

  1. Perempuan mahluk yang mengandalkan perasaann ya,uni

    BalasHapus
  2. Aku nggak nebar pesona uni, nyemabr biji padi aja gak bisa. Apalagi yang itu??

    BalasHapus