Sabtu, 16 April 2016

Karena istrimu bukanlah Wonder Woman


Bis kembali bergerak perlahan, setelah sesaat berhenti dan menaikkan penumpang. Seorang ibu paruh baya rupanya, melangkah sedikit terhuyung, dengan tas yang kelihatan berat. Kulirik, sepertinya seorang guru. Ada buku absensi siswa menyembul dari tasnya. 

Matanya mencari-cari kursi kosong. Akhirnya pilihan jatuh pada sayap kiri deretan keempat. Persis disampingku. Dengan seulas senyum, kusambut kedatangannya. Dan setelah itu, kami larut pada fikiran masing-masing. Entah nanti mau masak apa atau mau mampir kemana. Beginilah ibu-ibu rumah tangga yang bekerja dengan jarak tempuh cukup jauh. Badan belum sampai di rumah, tapi yang dibayangkan kewajiban utama, menyiapkan masakan yang akan disajikan untuk keluarga. Meskipun zaman sekarang segalanya bisa praktis, rumah makan ada dimana-mana, tetapi tetep saja ada kebahagiaan tersendiri ketika suami bilang, " masakannya enak, sayang". Aku yakin, rasa lelah istri akan menguap meski dengan sedikit pujian. Makanya aku selalu terkagum-kagum pada wanita bekerja, tapi telaten mengurus anak dan menjalankan kewajiban sebagai istri. Hmmm, wanita super..

Bis baru melaju lima menit sejak ibu tadi duduk disebelahku. Tapi sepertinya ia mulai "menganguk-angguk". Tertidur, pulas. Sesekali kepala si ibu miring kekanan, kadang  mengayun kedepan jika bis tiba-tiba berhenti. Karena terkejut mata bu guru ini terbuka, lalu mengatup lagi. Itu disepuluh menit pertama.

Angin berhembus sepoi-sepoi. Menelusup lewat jendela yang kubuka sedikit lebar. Ada beban di bahu kiriku. Ga begitu berat, tapi kadang-kadang agak geli kalau kepalanya semakin nyungsep. Kulirik kekanan. Tidak salah lagi. Agaknya ibu tadi lelah sekali. Hingga tidak tahu sedang tidur di rumah atau bis umum. Ga tega juga membangunkan. Tapi ga tahan juga. Bukan berat, tapi itu tadi. Geli...hihi. Syukurlah supir bis ngerem mendadak lagi, si ibu terbangun dan dengan wajah bersemu minta maaf padaku, sambil merapikan jilbabnya yang naik turun seperti pegunungan.

Aku tersenyum. lalu melepaskan kembali pandangan keluar bis. Hati kecilku berbisik "Hidup adalah pilihan". Ketika wanita bekerja, inilah konsekuensinya. Lelah, tapi bahagia. Sebetulnya mungkin bukan sekedar tentang gaji. Tapi eksistensi. Ada kebanggaan tersendiri melangkah anggun ke tempat kerja dipagi hari. Pastinya tanpa melupakan sunnatullah sebagai istri.

Ketika mengizinkan istri bekerja, suami tentu juga harus siap dengan segala akibatnya. Ada sisi-sisi yang harus dipahami. Jika tubuh wanita yang anda cintai kelihatan begitu lelah, jangan terlalu memaksa untuk setiap hari memasak. Jika taman didepan rumah kurang terurus dan anda pun sibuk, bayar saja orang untuk merapikannya. Karena sehebat apapun, dia tetap wanita biasa,  bukan Wonder Woman. Mengertilah..








0 komentar:

Posting Komentar