"Kasihan, ya..hidupnya terlalu berat, suami sakit dan sekarang anaknya juga terlahir cacat".
" Malangnya dia, sampai sekarang hidupnya begitu-begitu saja, apa sih kerjaan suaminya, sampai baju nya itu-itu saja".
"Haaaa?, jadi dia belum menikah? terlalu pilih-pilih kali, ya? Kasihan, ga ngrasain surga dunia"
"Malangnya dia, dah lama menikah masih belum punya anak, buat apalah cari uang banyak, ga ada anak hidup tak berarti"
****
Ungkapan bernada sama sering sekali terdengar ditengah masyarakat. Terkesan bersimpati, tetapi tersirat rasa bangga dan merasa diri lebih beruntung. Bahkan ironisnya, seakan tahu betul apakah seseorang bahagia atau malang.
Defenisi bahagia bagi tiap orang itu berbeda-beda. Ada yang hidup tenang dan bersahaja meskipun tidak bisa dikategorikan kaya. Memiliki anak-anak yang sehat, suami yang pengertian sudah membuatnya merasa cukup, kendatipun masih tinggal di rumah kontrakan.
Ada seorang pria yang sampai usianya hampir mendekati 40 tahun masih belum bertemu jodohnya, ada juga sepasang suami istri yang telah menikah beberapa tahun belum dikaruniai anak, apakah bisa mereka dikatakan tidak bahagia atau sedemikian malangnya? Bukan kah skenario Allah selalu spektakuler?. Bisa jadi Allah belum mempertemukan jodoh dan menganugerahi anak dengan tujuan agar yang diberi "ujian" dapat memaksimalkan potensinya sebagai hamba-Nya di muka bumi ini. Artinya orang-orang terpilih ini diberi kesempatan yang lebih luas untuk berbuat kebaikan. Aktif dikegiatan sosial, menyantuni orang tak mampu atau menyayangi lebih banyak dan menebar rezeki yang di titipkan Allah lebih luas. Hanya Allah yang tahu.
Jadi pada hakekatnya, tiada gunanya ungkapan-ungkapan palsu dan semu. Jika ada seberkas rasa iba, tak usahlah mengeluarkan kata-kata tak bernyawa. Mungkin lebih baik kita membantu mencarikan solusi atau setidak-tidaknya mendoakan, Selanjutnya, diam lah , itu jauh lebih bijaksana,karena malang dan bahagia, bukan kita jurinya!
benar. kita tidak punya hak untuk menilai seseorang bahagia atau tidak. karena hanya ia yg mampu merasakannya
BalasHapusiya,Mas..bahagia itu di hati, tiada yang mampu menyelaminya.
BalasHapusBiasa itu...kasak kusuk ibu arisan. Ngomongin nasib naas orang. Kalo ngomongin keberuntungan orang, pasti ada nada iri berujung prasangka buruk
BalasHapusHehe..bener banget Mb Febie..;)
BalasHapusHehe..bener banget Mb Febie..;)
BalasHapusTulisannya kereenn mba...padat berisi
BalasHapusTrimakasih,Mb Rifa..masih ketinggalan jauh Saya, mb..teman2 di ODOP keren nya luar biasa..:)
BalasHapusBetul sekali, kadang orang yang hidupnya beda dan tidak sejalan seperti kebanyakan orang, justru hidupnya spesial. Ia merasakan cerita2 sesial yg tidak dirasakan kebanyakan orang. Bagus banget, jalan pikiran seperti ini patut di tamparkan berkali2 biar kita senantiasa bersyukur.
BalasHapusBetul sekali, kadang orang yang hidupnya beda dan tidak sejalan seperti kebanyakan orang, justru hidupnya spesial. Ia merasakan cerita2 sesial yg tidak dirasakan kebanyakan orang. Bagus banget, jalan pikiran seperti ini patut di tamparkan berkali2 biar kita senantiasa bersyukur.
BalasHapusIya, mb Rina..klo bukan dengan syukur dan sabar, apa lagi yang bisa kita andalkan dalam menghadapi dunia yang hiruk pikuk ini..:)
BalasHapusNice nice nice banget.
BalasHapusTidak sepatutnya kita menjugde orang lain seenaknya, dengan ungkapan2 yang tdk penting.
Bahkan kita tidak tahu apa sebenarnya makna bahagia itu sendiri.
Semoga kita dihindarkan dari sifat dan sikap negatif demikian..
Terima kasih.. sangat mengin.spirasi
sama-sama, mb Ella.semoga Allah senantiasa membimbing kita..
Hapus